Kebudayaan
Nasional
1.
Arti Kebudayaan
Budaya secara harfiah
berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah,
mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993). Selain itu
Budaya atau kebudayaan berasal daribahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun
menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja
karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang
kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain yang
memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung dan mahal
Menurut
Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri
manusia dengan cara belajar.
1.1
Definisi kebudayaan menurut para ahli
Berikut
ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1.
Edward B. Taylor
Kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M.
Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan
mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi,
dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.
3.
Koentjaraningrat
Kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
4. Dr.
K. Kupper
Kebudayaan
merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam
bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5.
William H. Haviland
Kebudayaan
adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota
masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan
perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
6. Ki
Hajar Dewantara
Kebudayaan
berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya
guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib
dan damai.
7.
Francis Merill
·
Pola-pola
perilaku yang dihasilkan oleh interaksi sosial
·
Semua
perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu
masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis.
8.
Bounded et.al
Kebudayaan
adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan
manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai
rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya diantara
para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan
dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem
pendidikan dan semacam itu.
9.
Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan
adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan
produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan
sekedar dialihkan secara genetikal.
10.
Robert H Lowie
Kebudayaan
adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup
kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian
yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan
masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11.
Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan
adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah
pikiran dan dalam penghidupan.
Kebudayaan
adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota
masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan
perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
1.2 Jenis-jenis Kebudayaan
1.2.1 Kebudayaan dapat
dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan jenis-jenisnya:
·
Hidup-kebatinan
manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan tertib damainya hidup masyarakat dengan
adat-istiadatnya,pemerintahan negeri, agama atau ilmu kebatinan
·
Angan-angan
manusia, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan
dan kesusilaan.
·
Kepandaian
manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan macam-macam kepandaian tentang
perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu-lintas,
kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat indah (Dewantara; 1994).
1.2.2
Kebudayaan berdasarkan wujudnya
Menurut J.J.
Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi
tiga,yaitu:
·
Gagasan
(Wujud ideal)
Wujud
ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak;
tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan
ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga
masyarakat tersebut.
·
Aktivitas
(tindakan)
Aktivitas adalah wujud
kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu.
Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial
ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
·
Artefak
(karya)
Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.
Dalam
kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa
dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan
ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.
1.2.3
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan
atas
dua komponen utama:
·
Kebudayaan
material
Kebudayaan
material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
nyata, konkret. Contoh kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang
dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan,
senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang,
seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar
langit, dan mesin cuci.
·
Kebudayaan
nonmaterial
Kebudayaan
nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke
generasi, misalnya dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
1.2.4
Kebudayaan secara umum dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Kebudayaan Daerah
adalah kebudayaan dalam wilayah atau daerah tertentu yang diwariskan secara
turun temurun oleh generasi terdahulu pada generasi berikutnya pada ruang
lingkup daerah tersebut. Budaya daerah ini muncul saat penduduk suatu daerah
telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga itu menjadi
suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk – penduduk yang lain.
Budaya daerah mulai terlihat berkembang di Indonesia pada zaman kerajaan –
kerajaan terdahulu. Hal itu dapat dilihat dari cara hidup dan interaksi sosial
yang dilakukan masing-masing masyarakat kerajaan di Indonesia yang berbeda satu
sama lain.
Dari
pola kegiatan ekonomi kebudayaan daerah dikelompokan beberapa macam yaitu:
·
Kebudayaan
Pemburu dan Peramu
Kelompok
kebudayaan pemburu dan peramu ini pada masa sekarang hampir tidak ada. Kelompok
ini sekarang tinggal di daerah-daerah terpencil saja.
·
Kebudayaan
Peternak
Kelompok
kebudayaan peternak/kebudayaan berpindah-pindah banyak dijumpai di daerah
padang rumput.
·
Kebudayaan
Peladang
Kelompok
kebudayaan peladang ini hidup di daerah hutan rimba. Mereka menebang
pohon-pohon, membakar ranting, daun-daun dan dahan yang ditebang. Setelah
bersih lalu ditanami berbagai macam tanaman pangan. Setelah dua atua tiga kali
ditanami, kemudian ditinggalkan untuk membuka ladang baru di daerah lain.
·
Kebudayaan
Nelayan
Kelompok
kebudayaan nelayan ini hidup di sepanjang pantai. Desa-desa nelayan umumnya
terdapat di daerah muara sungai atau teluk. Kebudayaan nelayan ditandai kemampuan
teknologi pembuatan kapal, pengetahuan cara-cara berlayar di laut, pembagian
kerja nelayan laut.
·
Kebudayaan
Petani Pedesaan
Kelompok
kebudayaan petani pedesaan ini menduduki bagian terbesar di dunia. Masyarakat
petani ini merupakan kesatuan ekonomi, sosial budaya dan administratif yang
besar. Sikap hidup gotong royong mewarnai kebudayaan petani pedesaan.
b. Kebudayaan Nasional
adalah gabungan dari budaya daerah yang ada di Negara tersebut. Itu dimaksudkan
budaya daerah yang mengalami asimilasi dan akulturasi dengan dareah lain di
suatu Negara akan terus tumbuh dan berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan dari
Negara tersebut. Misalkan daerah satu dengan yang lain memang berbeda, tetapi
jika dapat menyatukan perbedaan tersebut maka akan terjadi budaya nasional yang
kuat yang bisa berlaku di semua daerah di Negara tersebut walaupun tidak
semuanya dan juga tidak mengesampingkan budaya daerah tersebut. Contohnya
Pancasila sebagai dasar negara, Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaan yang
dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 12 Oktober 1928 yang diikuti oleh seluruh pemuda
berbagai daerah di Indonesia yang membulatkan tekad untuk menyatukan Indonesia
dengan menyamakan pola pikir bahwa Indonesia memang berbeda budaya tiap
daerahnya tetapi tetap dalam satu kesatuan Indonesia Raya dalam semboyan “bhineka
tunggal ika”.
2. Definisi Kebudayaan
Nasional
Kebudayaan
Nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut.
Kebudayaan
Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam
wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada Kebudayaan
Nasional. Itu tidak berarti Kebudayaan Nasional sekadar penjumlahan semua
budaya lokal di seantero Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas,
karena kesatuan nasional merupakan realitas. Kebudayaan Nasional akan mantap
apabila di satu pihak budaya-budaya Nusantara asli tetap mantap, dan di lain
pihak kehidupan nasional dapat dihayati sebagai bermakna oleh seluruh warga
masyarakat Indonesia (Suseno; 1992).
2.1 Kebudayaan nasional
Indonesia
Bila
dicermati pandangan masyarakat Indonesia tentang kebudayaan Indonesia, ada dua
kelompok pandangan.
1.Kelompok
pertama yang mengatakan kebudayaan Nasional Indonesia belum jelas, yang ada
baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik dan kebudayaan asing. Kebudayaan
Indonesia itu sendiri sedang dalam proses pencarian.
2.Kelompok
kedua yang mengatakan mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia sudah ada.
pendukung kelompok ketiga ini antara lain adalah Sastrosupono. Sastrosupono.
Sastrosupono. Sastrosupono mencontohkan, Pancasila, bahasa Indonesia,
undang-undang dasar 1945, moderenisasi dan pembangunan (1982:68-72).
Adanya
pandangan yang mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia belum ada atau sedang
dalam proses mencari, boleh jadi akibat:
(1) tidak
jelasnya konsep kebudayaan yang dianut dan pahami
(2)
akibat pemahaman mereka tentang kebudayaan hanya misalnya sebatas seni, apakah
itu seni sastra, tari, drama, musik, patung, lukis dan sebagainya. Mereka tidak
memahami bahwa iptek, juga adalah produk manusia, dan ini termasuk ke dalam
kebudayaan.
2.2 Akar Kebudayaan
Indonesia
Akar
kebudayaan Indonesia adalah suatu mekanisme yang terbentuk dari unsur-unsur
yang berkaitan dengan zaman prasejarah,jadi ibarat pohon,pohon tidak dapat
tumbuh dan berkembang tanpa adanya akar,demikian pula dengan kebudayaan pada
suatu Negara tidak dapat tumbuh dan berkembang tanpa adanya akar atau pendahulu
yang membentuk kebudayaan tersebut.
Akar
kebudayaan Indonesia berhubungan dengan zaman prasejarah, mulai dari nenek
moyang kita yang membawa kebudayaan Dongson, setelah itu diikuti oleh
perkembangan Islam di Indonesia. Jadi islam juga merupakan salah satu akar
kebudayaan Indonesia.
Berikut
ini ringkasan mengenai sejarah nenek moyang bangsa Indonesia dari tulisan
Mochtar Lubis pada tahun 1986 dalam pidato kebudayaannya yang berjudul “Situasi
Akar Budaya Kita”:
Nenek
moyang kita adalah bagian dari arus perpindahan manusia yang bergerak di zaman
lampau yang telah hilang sebagai hilangnya bayangan wayang dari layar sejarah,
bergerak dari bagian Timur Eropa Tengah dan bagian Utara wilayah Balkan sekitar
laut Hitam ke arah timur, mencapai Asia, masuk ke Tiongkok. Dan di Tiongkok
arus perpindahan ini bercabang-cabang ke utara, timur dan selatan.
Arus
selatan mencapai daerah Yunan, sedang bagian timur mencapai laut Indo Cina. Di
sinilah tempat lahirnya budaya asal Indonesia. Manusia-manusia yang berpindah
dan bergerak ke Asia dari Eropa Tengah dan Wilayah Balkan itu adalah orang
Tharacia, Iliria, Cimeria, Kakusia, dan mungkin termasuk orang Teuton, yang
memulai perpindahan mereka di abad ke-9 hingga abad ke-8 sebelum nabi Isa.
Mereka membawa keahlian membuat besi dan perunggu.
Nenek
moyang orang Indonesia yang telah berada terlebih dahulu dari mereka di daerah
Dongson ini telah mengembangkan seni monumental tanpa banyak ornamentik yang dekoratif.
Dari pendatang-pendatang baru ini mereka mengambil alih, menerima, dan
mencernakan seni ornamentik pendatang-pendatang dari barat ini. Tidak saja
dalam ornamentik, akan tetapi juga dalam hiasan tenunan (amat banyak persamaan
antara hiasan tenun Indonesia dan Balkan umpamanya), dan juga dalam musik dan
nyayian. Jaap Kunst, seorang ahli musik, juga ahli musik Indonesia
mengindentifikasikan persamaan nyayian rakyat di pulau Flores dengan nyanyian
rakyat di bagian timur Yugoslavia (Balkan). Kebudayaan Dongson menunjukkan
lebih banyak persamaan dan kaitan dengan budaya Eropa dibanding budaya Cina.
Nenek
moyang Dongson inilah yang bergerak ke selatan, dan kemudian mencapai
Nusantara. Di Nusantara hampir tidak ada perpisahan antara zaman perunggu dan
zaman besi. Hal ini sama juga terjadi di Indo Cina. Dalam penggalian
situs-situs purbakala, perunggu dan besi selalu ditemukan bersama-sama. Hulu
pisau dongson banyak berbentuk manusia, seperti keris Majapahit. Bentuk hulu
pisau yang serupa juga ditemukan di Holstein (Jerman), Denmark, dan di
Kauskasus.
Tetapi,
sebelum nenek moyang dari Dongson turun ke Nusantara, kelompok-kelompok manusia
lain telah terlebih dahulu datang. Selama zaman es terakhir, kurang lebih
15.000 tahun sebelum Masehi, sejarah bumi Nusantara menunjukkan bahwa sebagian
besar Nusantara bagian barat menyatu dengan daratan Asia Tenggara, Jawa,
Sumatera, Kalimantan dan wilayah yang kini laut Jawa. Ketika es berakhir,
permukaan laut naik kembali, dan terbentuklah gugusan pulau-pulau seperti yang
kita kenal kini. Sejarah bumi Nusantara telah berpengaruh besar pada
perkembangan manusia Melayu-Polinesia. Mereka menjadi bangsa maritim, yang
kurang lebih 1000 tahun sebelum nabi Isa megarungi Samudera Hindia. Manuskrip
tua Hebrew dari masa akhir 2000 dan permulaan 1000 sebelum tahun Nabi Isa telah
menyebut perdagangan kulit manis dari berbagai tempat sepanjang pantai timur
Afrika.
Sebuah
naskah Arab dari abad ke 13 menceritakan masuknya orang Melayu-Polinesia ke
belahan barat Samudera Hindia. Naskah itu mengatakan bahwa di masa mundurnya
Kerajaan Fira’un di Mesir, tempat yang bernama Aden, yang menguasai jalan masuk
ke laut Merah (yang masa itu merupakan tempat penduduk nelayan), telah direbut
oleh orang Qumr (Melayu-Polinesia) yang datang dengan armada yang terdiri dari
perahu-perahu yang memakai cadik. Mereka mengusir penduduk setempat, membangun
berbagai monumen dan memilihara hubungan langsung dengan pulau Madagaskar dan
Asia Tenggara. Para ahli sejarah menyebutkan hal itu mungkin terjadi di masa
Nabi Isa masih hidup. Untuk masa yang cukup lama orang Melayu-Polinesia
menguasai pelayaran dan perdagangan lewat Samudera Hindia dari Asia Tenggara ke
pintu Laut Merah, sepanjang pantai timur Afrika dan Pulau Madagaskar.
Dalam
melakukan ini, mereka juga telah membawa berbagai kekayaan budaya ke Madagaskar
dan Afrika. Di Madagaskar mereka telah menetap di belahan barat pulau itu.
Hingga kini masih terlihat berbagai persamaan kata antara bahasa Madagaskar dan
bahasa suku Manyaan di Kalimantan. Ke timur, nenek moyang Melayu-Polinesia ini
berlayar jauh ke pedalaman pasifik, menetap di berbagai kepulauan, dan mereka
paling ke timur mencapai Easter Island, pulau terjauh ke timur dari Nusantara.
Jelaslah
bahwa budaya bangsa kita berakar jauh ke zaman prasejarah, ke masa silam yang
begitu jauhnya, hingga telah lenyap dari ingatan bangsa kita. Jelas pula bahwa
kita telah mewarisi budaya dunia yang ada di masa itu, di samping nenek moyang
kita telah memberi pula sumbangan pada budaya-budaya bangsa lain di seberang
Samudera Hindia, serta menciptakan berbagai budaya di Madagaskar, dan di
kepulauan-kepulauan Samudera Pasifik.
Mengingat
ini kembali, apakah kita kini, sebagai pewaris langsung dari mereka, harus
merasa gentar menghadapi abad ke 21 dan seterusnya? Seharusnya tidak! Kita
harus berani memeriksa diri secara cermat. Apa kekurangan-kekurangan kita kini,
hingga kita tidak memiliki kemampuan, keberanian dan daya cipta untuk berbuat
yang besar-besar bagi bangsa kita dan umat manusia hari ini?
Proses
melalui zaman Mesolitik mencapai zaman Neolitik mungkin terjadi kurang lebih
3500-2500 tahun sebelum Nabi Isa. Ketika itu mereka mulai tinggal bersama dalam
komunitas-komunitas kecil dan mulai mengembangkan pertanian dan sistem
pengairan. Di zaman ini berkembang akar budaya musyawarah Indonesia, karena di
kala itu belum ada kepala dan raja, dan semuanya masih dimusyawarahkan oleh
semua anggota komunitas, dipimpin oleh orang-orang yang lebih tua. Wanita ikut
bermusyawarah, dan anak-anak boleh hadir dan ikut mendengar. Di suku Sakudei di
pulau Mentawai, seorang peneliti Swiss melaporkan bahwa dia masih menemukan
tradisi musyawarah yang lama itu.
Akar
budaya kita juga tumbuh dalam kepercayaan bahwa segala yang ada di bumi
memiliki ”ruh-ruh” sendiri. Ruh manusia adalah saudaranya, yang dapat
melepaskan diri dari dalam badan seseorang, dan ruh itu dapat mengalami bencana
dalam petualangannya di luar tubuh kita, yang dapat mengakibatkan yang punya
tubuh jatuh sakit atau mati. Manusia harus berbaik-baik dalam hubungannya
dengan dunia roh ini.
Selanjutnya
nenek moyang kita di masa Megalitik itu memiliki konsep hubungan dan
pertentangan antara dunia atas dan dunia bawah. Dalam upacara-upacara khusus,
mereka membangun megalith-megalith dengan tujuan melindungi ruh dari
bahaya-bahaya yang datang dari dunia bawah, untuk menjadi penghubung antara
yang hidup dan yang telah mati, dan untuk mengabadikan kekuatan-kekuatan magis
mereka yang membangun megalith-megalith tersebut, atau untuk siapa batu-batu
itu dibangun. Megalith-megalith dibangun untuk memperkuat kesuburan manusia,
ternak dan apa yang mereka tanam, dan dengan demikian memperbesar kekayaan
generasi-generasi yang akan datang.
Kebudayaan
Megalitik ini kemudian dimasuki oleh budaya Dongson yang membawa teknologi
perunggu dan besi, dan memberikan nafas dan kekuatan serta daya cipta baru pada
kelompok-kelompok budaya di Nusantara. Diperkirakan pula bahwa budaya Dongson
membawa teknologi bertanam padi di sawah. Teknologi padi sawah mendorong
komunitas-komunitas kecil untuk lebih berintegrasi mengembangkan dan memilihara
sistem pengairan, koordinasi bertanam serempak pada waktu yang sama. Dalam
proses sejarah, teknologi padi sawah ini telah mendorong proses integrasi
masyarakat-masyarakat desa Indonesia yang hingga kini tumpuan kehidupan
terbesar bangsa kita. Ia juga erat hubungannya dengan irama iklim, datang musim
kering dan musim hujan, yang mempengaruhi pola kehidupan di Indonesia. Musim
panen merupakan musim perkawinan umpamanya.
Pemujaan
nenek moyang merupakan salah satu akar budaya bangsa Indonesia. Pandangan
kosmik mengenai kontradiksi antara dunia bawah dan dunia atas tercermin dalam
organisasi sosial berbagai suku bangsa kita; garis ibu dan garis ayah,
hubungann dasar antara dua suku yang saling mengambil laki-laki dan perempuan
dari dua suku untuk perkawinan, membuat tiada satu suku lebih tinggi
kedudukannya dari yang lain. Setiap suku bergantian menduduki tempat yang
superior dan tempat di bawah. Struktur tradisi kesukuan ini merupakan sebuah
mekanisme ke arah demokrasi, yang seandainya kita pandai mengembangkannya dapat
merupakan kekuatan untuk tradisi demokrasi bangsa kita.
Datangnya
agama Budha, Hindu dan Islam, bangkitnya feodalisme, lalu datang orang Eropa
membawa penindasan penjajah, dan agama Nasrani, lalu lewat pendidikan Barat
masuk pula ilmu pengetahuan modern dan tekonologi modern telah mendorong
berbagai proses kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan budaya, yang akhirnya
membawa manusia Indonesia pada keadaan hari ini.
Akar
budaya lama jadi layu dan terlupakan, meskipun ada diantaranya tanpa kita
sadari masih berada terlena di bawah sadar kita. Bangkitnya feodalisme di
Indonesia dengan lahirnya berbagai kerajaan besar dan kecil telah mengubah
hubungan antara kekuasaan dan manusia atau anggota masyarakat. Penjajahan
Belanda menggunakan sistem menguasai dan memerintah melalui kelas bangsawan
atau feodal lama Indonesia telah meneruskan tradisi feodal berlangsung terus
dalam masyarakat kita. Malahan setelah Indonesia merdeka, hubungan-hubungan
diwarnai nilai-nilai feodalisme masih berlangsung terus, hingga sering kita
mengatakan bahwa kita kini menghadapi neo-feodalisme dalam bentuk-bentuk baru.
Semua
pendidikan modern, falsafah Barat dan Timur, ideologi-ideologi yang datang dari
Barat mengenai manusia dan masyarakat. Agama Islam dan Nasrani yang jadi lapis
terakhir di atas kepercayaan-kepercayaan lama dan nilai-nilai akar budaya kita,
oleh daya sinkritisme manusia Indonesia, semuanya diterima dalam dirinya tanpa
banyak konflik dalam jiwa dan diri kita.
Sesuatu
terjadi dalam diri kita, hingga secara budaya tidak mampu memisahkan yang satu
dari yang lain: mana yang takhyul, mana yang ilmiah, mana yang bayangan, mana
yang kenyataan, mana yang mimpi dan mana dunia nyata. Malahan banyak orang kini
membuat ilmu dan teknologi jadi takhyul dalam arti, orang percaya bahwa ilmu
dan teknologi dapat menyelesaikan semua masalah manusia di dunia. Dan ada yang
berbuat sebaliknya.
Kita
jadi tidak tajam lagi membedakan mana yang batil dan mana yang halal. Karena
itu beramai-ramai dan penuh kebahagiaan kita melakukan korupsi besar-besaran,
dan tidak merasa bersalah sama sekali (Lubis, dalam ”Pembebasan Budaya-Budaya
Kita; 1999).
2.3 Kebudayaan Barat di
Indonesia
Dalam
era globalisasi seperti sekarang ini kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia
semakin berkembang pesat. Hal ini dapat kita lihat dari semakin banyaknya
rakyat Indonesia yang bergaya hidup kebarat-baratan seperti
mabuk-mabukkan,clubbing,memakai pakaian mini,bahkan berciuman di tempat umum
seperti sudah lumrah di Indonesia. Proses akulturasi di Indonesia tampaknya
beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh
aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat
arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”.
Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan
internasional yang jelas menguntungkan secara positif. Proses filtrasi perlu
dilakukan sedini mungkin supaya kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia tidak
akan merusak identitas kebudayaan nasional bangsa kita. Tetapi bukan berarti
kita harus menutup pintu akses bangsa barat yang ingin masuk ke Indonesia,
karena tidak semua kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia berpengaruh
negatif, tetapi juga ada yang memberi pengaruh positif seperti memajukan
perkembangan IPTEK di Indonesia. Prioritas yang perlu kita lakukan terhadap
kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia adalah kita harus lebih selektif kepada
kebudayaan barat.
Frans
Magnis Suseno dalam bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam
Kebudayaan Barat Modern:
a. Kebudayaan Teknologis
Modern
Kebudayaan
Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan
simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan
kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan
teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil
sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas
fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan
modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan
teknologi modern dalam pembuatannya.
Kebudayaan
Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai,
netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi
ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis,
Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan
para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau
kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok
bersifat instumental.
b. Kebudayaan Modern Tiruan
Kebudayaan
Modern Tiruan terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan
kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup
pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang
internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried
Chicken (KFC).
Di
lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi,
ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran
hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak
dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial,
semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.
Kebudayaan
Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil
teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak
menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan
semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita,
kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin
dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya
kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
Anak
Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli,
bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan
demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita
kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh.
Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin
tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ
lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang
trendy, dan trendy adalah modern.
c. Kebudayaan-kebudayaan
Barat
Kita keliru
apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan
Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan
pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti
ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya.
Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih
mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana
orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang
yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan
demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti
bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera
estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya,
apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).
2.3.1
Dampak Kebudayaan Barat di Indonesia
Dampak
kebudayaan barat di Indonesia dicerminkan dalam wujud globalisasi dan
modernisasi yang dapat membawa dampak positif dan dampak negatif bagi bangsa
kita.
Dampak Positif
a.
Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan
sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah
dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c.
Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang
memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah
satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dampak Negatif
Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.
a.
Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan
industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah.
Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak
pilihan yang ada.
b.
Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan
dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa
mereka adalah makhluk sosial.
c.
Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat
baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang
tua, kehidupan bebas remaja,
dan lain-lain.
d.
Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu
komunitas masyarakat hanya
ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi danglobalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara
individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial. Kesenjangan social menyebabkan adanya jarak antara si
kaya dan si miskin sehingga sangat mungkin bias merusak kebhinekaan dan
ketunggalikaan Bangsa Indonesia.
2.4 Situasi Budaya di
Indonesia
Situasi
Budaya Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Pasalnya, semakin banyak
kebudayaan Indonesia yang diklaim oleh Negara tetangga kita sendiri yaitu
Malasyia. Seperti tari reog ponorogo, dan yang baru akhir-akhir ini terjadi
yaitu tari pendet yang diklaim juga oleh Malaysia. Hak paten atas kebudayaan
dalam hal ini sangat berperan penting. Pemerintah baru menyadari akan perlunya
hak paten tersebut setelah adanya klaim-mengklaim Malaysia terhadap Kebudayaan
Indonesia. Menurut saya stabilitas situasi budaya di Indonesia dapat terwujud
dengan cara mempublikasikan kebudayaan kita kepada bangsa luar, dengan demikian
secara tidak langsung menghak-patenkan kebudayaan kita. Selain itu proses
akulturasi yang negatif dapat mempengaruhi situasi budaya di Indonesia semakin
memprihatinkan.
Sajiman
Surjohadiprojo dalam pidato kebudayaannya di tahun 1986 menyampaikan tentang
persoalah kita hari ini, yaitu kurang kuatnya kemampuan mengeluarkan energi
pada manusia Indonesia. Hal ini mengakibatkan kurang adanya daya tindak atau
kemampuan berbuat. Rencana konsep yang baik, hasil dari otak cerdas, tinggal
dan rencana dan konsep belaka karena kurang mampu untuk merealisasikannya.
Akibat lainnya adalah pada disiplin dan pengendalikan diri. Lemahnya disiplin
bukan karena kurang kesadaran terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku,
melainkan karena kurang mampu untuk membawakan diri masing-masing menetapi
peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kurangnya kemampuan mnegeluarkan energi
juga berakibat pada besarnya ketergantungan pada orang lain. Kemandirian sukar
ditemukan dan mempunyai dampak dalam segala aspek kehidupan termasuk
kepemimpinan dan tanggung jawab.
Menurut
beliau kelemahan ini merupakan Kelemahan Kebudayaan. Artinya, perbaikan dari
keadaan lemah itu hanya dapat dicapai melalui pendekatan budaya. Pemecahannya
harus melalui pendidikan dalam arti luas dan Nation and Character Building
(Surjohadiprodjo, dalam ”Pembebasan Budaya-Budaya Kita; 1999).
Mochtar
Lubis juga dalam kesempatan yang sama saat Temu Budaya tahun 1986, menyampaikan
bahwa kondisi budaya kita hari ini ditandai secara dominan oleh ciri:
·
Kontradiksi
gawat antara asumsi dan pretensi moral budaya Pancasila dengan kenyataan
·
Kemunafikan
·
Lemahnya
kreativitas
·
Etos
kerja yang lemah
·
Neo-Feodalisme
·
Budaya
malu telah sirna ( Lubis, 1999).
2.4.1
Tantangan-tantangan kebudayaan di Indonesia
1.
Kebudayaan Modern Tiruan
Tantangan
yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan Modern Tiruan. Dia
mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial. Yang ditawarkan adalah
semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa
kepribadian, manusia terasing, manusia kosong, manusia latah.
Kebudayaan
Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai daya tarik luar
biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita tentang nilai, tentang
dasar harga diri, tentang status. Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu
bahkan tidak dapat kita impikan. Ia menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan
diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan
penilaian kita sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas.
Kebudayaan modern tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita
sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan
(Suseno;1992)
2.
Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
Ki
Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia dalam
mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi
manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan
gizi bagaimana ia akan mendapat orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja
tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir maju dan menciptakan teknologi
yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan kebutuhan kita sangat
mempengaruhi pola hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan
membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini
bukan hanya berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan
berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial masyarakat.
3.
Masalah Pendidikan yang Tepat
Pendidikan
masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian serius jika bangsa ini ingin
dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal
ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian
bagaimana sistem pendidikan yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya.
Dimana ada suatu kebudayaan yang menjadi spirit dari sistem pendidikan yang
kita terapkan.
4.
Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Problem
ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas
produk-produk teknologi dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum
berkembang dengan baik dan belum didukung oleh iklim yang kondusif bagi para
ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan produk-produk, teknologi baru.
Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari luar negeri, maka kita akan
terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar
ketertinggalan iptek dari negara-negara maju.
5.
Kondisi Alam Global
Salah
satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan bumi sepanjang
lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan gunung es di Amerika Latin
mencair. Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen, yang hingga tahun 2050
mengakibatkan 130 juta penduduk dunia, terutama di Asia, kelaparan. Pertanian
gandum di Afrika juga akan mengalami hal yang sama.
Dampak
pemanasan global juga dapat berupa meningkatnya permukaan laut, lenyapnya
beberapa spesies dan bencana nasional yang makin meningkat. Disebutkan, 30%
garis pantai di dunia akan lenyap pada 2080. Lapisan es di kutub mencair hingga
terjadi aliran air di kutub utara. Hal itu akan mengakibatkan terusan Panama
terbenam.
Naiknya
suhu memicu topan yang lebih dasyat hingga mempengaruhi wilayah pantai yang
selama ini aman dari gangguan badai. Banyak tempat yang kini kering makin
kering, sebaliknya berbagai tempat basah akan semakin basah. Kesenjangan
distribusi air secara alami ini akan berpotensi meningkatkan ketegangan dalam
pemanfaaatan air untuk kepentingan industri, pertanian dan penduduk.
Asia
menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah. Perubahan iklim yang tak
terdeteksi akan menjadi bencana lingkungan dan ekonomi, dan buntutnya adalah
tragedi kemanusiaan.
2.4.2
Bagaimana mempertahankan kebudayaan Indonesia?
Berikut
ini adalah cara-cara mempertahankan kebudayaan Indonesia :
·
Menumbuhkan
semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam
negeri.
·
Menanamkan
dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
·
Menanamkan
dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
·
Mewujudkan
supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya
dan seadil- adilnya.
·
Selektif
terhadap kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia
·
Pemerintah
harus Menghak-patenkan kebudayaan-kebudayaan di Indonesia
bagus sekali postingannya. lengkap dan jelas. sangat membantu :)
BalasHapusalhamdulillah, terimakasih
Hapus